Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.
BATANG, JATENG – Rehabilitasi tujuh gedung sekolah di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, terancam mangkrak lantaran proyek yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) 2021 tersebut terhenti atau tidak selesai.
Dari pantauan lokasi, harusnya pekerjaan enam gedung Sekolah Dasar (SD) dan satu sekolah menengah pertama (SMP) tersebut rampung di pertengahan Desember 2021.
Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Yuliyanto mengatakan tujuh paket pekerjaan SD ada SMP tidak selesai atau masuk katagori mangkrak, bahkan pihak penyedia jasa mengajukan permohonan perpanjangan waktu.
Ia juga mengungkapkan ada lima paket rehabilitasi SD dikerjakan oleh satu kontraktor yakni CV Amelia Rahman asal Kota Cimahi, Jawa Barat, namun progresnya hingga kini terhitung hanya 30 persen saja.
“Harusnya akhir masa kontrak pada 17 Desember 2021 seluruh pekerjaan sudah rampung. Namun hingga pelaksanaan hari kerja selama 120 tidak selesai tepat waktu,” beber Yulianto.
Adapun rincian sekolah yang terancam mangkrak seperti SDN Wonosegoro 2 dengan nilai kontrak Rp. 803.077.867, SDN Jambangan 2 Rp. 663.277.074, SDN Pejambon Rp. 531.450.377, SDN Plelen 1 Rp. 528.124.663 dan SDN Depok 2 Rp. 510.548.651.
“Sedangkan satu sekolah lagi yaitu SDN Sidomulyo 1 dengan nilai kontrak Rp 499.999.998 progesnya baru 65 persen padahal masa kerja selesai per 27 Desember 2021,” terangnya.
Hal sama juga terjadi di SMP 1 Gringsing yang progres pekerjaanya baru mencapai 50 persen dengan nilai kontrak jauh lebih besar yakni mencapai Rp. 1.550.050.550, namun beda kontraktor.
“Yang SMP dikerjakan oleh CV Semani Jaya Kertasura,” imbuhnya.
Akibat dari terhentinya pekerjaan rehabilitasi tujuh sekolah tersebut, tidak hanya ancaman mangkrak atau kelangsungan proyek, namun juga berimbas pada seluruh kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang saat ini terpaksa diungsikan di tempat lain.
Yulianto mengatakan, ada resiko lain dari permintaan perpanjangan waktu seperti jaminan pelaksanaan tambahan waktu maksimal hanya 50 hari kerja, kemudian ada sanksi berupa denda sebesar 1 per 1000 dari nilai kontrak.
“Termasuk nantinya jika putus kontrak, maka kami akan ajukan masuk blacklist atau daftar hitam,” tegasnya.
Dari informasi yang dihimpun, pihak penyedia jasa atau kontraktor pelaksana beberapa kali diketahui menghentikan pekerjaan lantaran terkendala keuangan sehingga tidak mampu membayar upah tenaga kerja.