Laporan wartawan sorotnews.co.id : Toni.
KOTA PEKALONGAN, JATENG – Pelaksana Teknis Sungai Pantai 2 Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, Agus Piyanto memastikan proses ganti untung lahan milik warga yang terdampak proyek tanggul Pantai Slamaran masih terus berjalan.
“Pasti diselesaikan, kita masih menunggu pihak BPN untuk melakukan pengukuran,” ujar Agus di kantornya, Senin (10/4/2023).
Agus menjelaskan setelah BPN rampung melakukan pengukuran maka proses selanjutnya adalah penentuan harga tanah oleh tim apraisal.
Namun demikian prosesnya tidak langsung semerta-merta bisa dilakukan secara cepat atau dalam waktu dekat karena pekerjaan BPN itu tidak hanya mengurusi kita saja.
“Mungkin pengukuran baru akan dilakukan setelah lebaran ini,” terang Agus meyakinkan.
Terkait munculnya komplain yang diajukan oleh pemilik lahan yang belakangan menginginkan adanya ganti untung namun tak kunjung direspon ditampik oleh pihak BBWS.
“Tidak benar itu, kami berkomitmen untuk menyelesaikan proses ganti untung kedua lahan sekaligus,” jelas Agus.
Adapun keberatan dari kuasa hukum pemilik lahan yang menyebut proyek nasional tidak direncanakan dengan baik seperti mendahulukan pekerjaan daripada pembebasan lahan dibantah oleh Agus.
“Kami sudah pegang surat pernyataan dari pemilik yang tidak keberatan lahannya digunakan untuk proyek pemerintah. Ada bukti tanda tangan dari yang bersangkutan, terlebih dua lahan yang akan diganti untung itu masuk perencanaan susulan,” beber Agus.
Menanggapi pernyataan tersebut kuasa hukum pemilik lahan, Zainudin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Garuda Kencana Indonesia (GKI) menilai bahwa pembangunan proyek nasional tanggul Pantai Slamaran membodohi masyarakat.
Pihak pelaksana proyek sengaja memanfaatkan kebodohan masyarakat untuk bersedia menyerahkan lahannya secara cuma-cuma demi pembangunan tanggul pantai.
“Harusnya pihak pihak pelaksana itu jujur pada saat sosialisasi maupun saat menemui pemilik lahan dengan menawarkan ganti untung, bukannya malah mendapatkan lahan secara gratis dengan menyiapkan surat pernyataan berisi keralaan pemilik lahan agar tanahnya bisa digunakan oleh pemerintah secara cuma-cuma dengan dalih proyek negara. Ini namanya pembodohan,” ucap Zaenudin kesal.
Pada prinsipnya, lanjut Zaenudin, pihak pelaksana seharusnya merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum wajib mematuhi ketentuan dalam UU ini.
“Artinya pihak pelaksana proyek harusnya mendahulukan pembebasan lahan baru kemudian melakukan pekerjaan fisik. Kalau ini kan tidak, mereka baru mau melakukan pembebasan lahan ketika proyek berjalan mendekati akhir,” sebut Zaenudin.
Sebelumnya seorang warga Kota Pekalongan bernama Subechan mengeluhkan lahan miliknya seluas 3.860 meter persegi terimbas proyek Pengendalian Banjir dan Rob Sungai Loji Banget Paket 2 tanpa mendapatkan ganti untung.
Setelah protes keras diajukan oleh kuasa hukumnya, pihak pelaksana bersedia melakukan musyawarah dan berjanji akan memberikan ganti untung namun dalam prosesnya masih berlarut-larut.