Laporan wartawan sorotnews.co.id : Priska Sitorus.
BATAM, KEPRI – Bukan persoalan baru yang terjadi di kota Batam atas Penggunaan lahan hijau untuk membangun kios kios liar, lahan Buffer Zone yang seharusnya menjadi lahan penyangga daerah tertentu tersebut diduga dimanfaatkan oleh oknum maupun kelompok yang kuat dugaan bertujuan hanya untuk meraup keuntungan atas jual beli kios kepada masyarakat.
Dari pantauan Sorotnews di lokasi perumahan Merlion Squear RW 20 kelurahan Tanjung Uncang kecamatan Batu Aji, juga terlihat puluhan bangunan yang diduga kios liar yang di kelola oleh salah seorang oknum masyarakat berinisial GLG.
Informasi yang dihimpun Sorotnews dari berbagai sumber yang bisa dipercaya, mengatakan kalau keberadaan kios liar di lahan Buffer Zone tersebut sudah berdiri sejak tahun 2018 silam.
Terlihat berbagai gangguan aktivitas lalu lintas terjadi akibat adanya bangunan kios tersebut yang ditambah lagi dengan kumuhnya wilayah pemukiman di sekitar perumahan Merlion yang berdampak kepada kendala investasi yang merugikan para pengembang perumahan yang ada di wilayah sekitar.
Dari hasil konfirmasi Sorotnews kepada Ketua RW 20, Saparin dan Netra selaku Sekertaris Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) saat ditemui pada malam Senin tanggal 22/05/23 di depan perumahan MKGR Batu Aji, yang mengatakan kalau sebenarnya RT maupun RW tidak terlibat dalam masalah dugaan pungli yang diterima mereka sebesar 5 juta rupiah perbulan dan mendapatkan Jatah 12 STAN kios dari pengelola kios tersebut bukan tindakan konsfirasi.
“Sesuai surat kesepakatan yang ditanda tangani mereka uang sebesar 5 juta rupiah tersebut diperuntukan buat seluruh warga Merlion. Begitu juga kepemilikan 12 STAN kios yang diberikan oleh pengelola buat warga Merlion bukan untuk RT RW,” ujarnya.
Masih menurut keterangan Saparin dan Netra, sebenarnya warga Merlion dulunya sangat keras menolak keberadaan kios liar dilahan Buffer Zone tersebut.
“Bahkan melalui perangkat RT RW kami meminta bantuan kepada lembaga swadaya masyarakat dan beberapa media untuk melakukan penolakan,” ungkapnya.
“Namun berbagai langkah yang kami lakukan, bahkan hampir saja menimbulkan tumpah darah dan keributan dengan pihak pihak tertentu, serta diketahui oleh pihak Satpol PP, Lurah dan Camat serta dari Mepolisian, tapi tidak ada upaya penggusuran terhadap kios tersebut, sehingga akhirnya warga mengambil sikap dengan membuat kesepakatan tertulis yang mana warga mendapatkan kompensasi sebesar 5 juta rupiah perbulan nya dan kios 12 STAN dari pengelola,” jelasnya.
“Sungguh sangat ironis, Pemerintah Daerah kota Batam khususnya tim terpadu yang biasanya gencar dalam melakukan penertiban terhadap kios kios yang memakai lahan Buffer Zone di kota Batam bisa bungkam dan tak berdaya di daerah perumahan Merlion,” ungkapnya.
Sebuah angka yang sangat fantastis yang di berikan oleh pengelola kepada masyarakat Merlion yang selama ini telah membiarkan dan atau sama saja dengan memberikan ijin kepada pengelola dengan imbalan berupa uang dan barang yang sebenarnya adalah hasil dari usaha ilegal.
“Sebagai langkah awal dari upaya penertiban yang biasanya dilakukan oleh Satpol PP kelurahan dan Satpol PP kecamatan dan tim terpadu, sudah selayaknya melakukan tindakan penertiban terhadap bangunan yang terdapat di lahan buffer zone tersebut mengingat banyaknya keluhan dari para pengguna lalu lintas di jalan yang sering kali terjadi kemacetan akibat keberadaan kios liar yang ada di sepanjang jalan daerah perumahan Merlion,” katanya.
Jika mendengar keterangan RW 20 dan Sekertaris LPM yang disampaikan kepada Sorotnews, patut diduga kalau Satpol PP, Lurah dan Camat juga ikut serta menikmati uang dari pengelola yang layak disebut uang Pungli kios liar non pajak.