Ditangkap di Pelataran Masjid, Lawyer Makassar Ini Adukan Penyidik Krimum Polda ke Kapolri

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Burhanuddin. 

MAKASSAR, SULSEL – Seorang pria yang berprofesi sebagai Pengacara, H. Jamaluddin AS, SH, dikabarkan mengadukan kedua oknum Penyidik Direktorat Kriminal Umum (Krimum) Polda Sulsel, masing – masing inisial AKP AS dan Bripka ECR ke Kapolri, Irwasum Mabes Polri, Kadiv Propam Mabes Polri dan Karowasidik Mabes Polri.

Jamaluddin menilai kedua oknum penyidik tersebut diduga telah melakukan pelanggaran SOP dalam hal proses penetapan tersangka terhadap dirinya. Terlebih lagi dalam hal penangkapannya. Dimana kedua Penyidik itu menangkapnya di pelataran Masjid Al Markaz Al Islami, Makassar di saat Jamaluddin baru selesai melaksanakan Salat Ashar di Masjid itu dan sembari menunggu waktu berbuka puasa.

“Ini yang menurut saya tidak prosedural sehingga menjadi pertimbangan saya mengadukan kedua penyidik tersebut ke Mabes Polri,” ucap Jamaluddin, sembari memperlihatkan bukti surat pengaduannya ke Kapolri, Irwasum Mabes Polri, Kadiv Propam Mabes Polri dan Karowasidik Mabes Polri itu, Sabtu (27/4/2024).

Jamal pun menduga tindakan yang dilakukan kedua oknum penyidik diatas masuk pada pelanggaran etik dalam penanganan perkarnya, dimana prosedur penanganan perkara dan proses penangkapan dirinya bertentangan dengan aturan perundang-undangan dan KUHAP itu sendiri.

“Dimana saya sebagai seorang Advokat sesuai dengan UU Advokat Nomor 18 Tahun 2003 tentang Hak Imunitas seorang Pengacara yang tidak bisa dipidana di dalam ataupun di luar pengadilan selama menangani perkara dan UU Advokat pasal 21 ayat 1 tentang Honorarium bahwa seseorang Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan oleh kliennya. Dari pasal tersebut sudah sangatlah jelas Advokat, Polisi dan Jaksa adalah Penegak Hukum,” ungkap Jamaluddin.

Tak hanya itu, Jamaluddin mengungkapkan, kedua oknum penyidik yang menangani perkaranya tersebut bukan lagi hadir sebagai Penyidik yang diberikan amanah oleh negara sesuai dengan KUHAP, melainkan mereka, lanjut Jamal justru hadir sebagai Debt Collector alias Penagih Hutang.

“Penyidik itu memaksakan saya untuk mengembalikan sejumlah uang yang mana itu merupakan dana honorarium saya selama menangani perkara yang dimintakan sendiri oleh pelapor (Candra, red),” ungkapnya.

Tak hanya itu, kedua oknum penyidik itu menurut Jamal juga sempat meminta sertifikat rumahnya sebagai jaminan dan menyatakan, jaminan tersebut nantinya akan dijual bilamana ia tak mengembalikan dana yang dimaksud dalam rentan waktu yang ditentukan oleh penyidik.

“Hal ini mi yang miris, dimana untuk menjaminkan penahanan saya harus berupa uang tunai, dan ketika saya tidak mampu memberikan sejumlah fulus yang diminta oleh penyidik, hak hukum saya dikebiri dan buktinya hingga hari ini penangguhan saya ditolak oleh penyidik. Saya juga ditahan sampai detik ini,” ujarnya dalam logat Makassar.

Jamal menyebutkan, dalam menegakkan hukum tentunya ada norma dan etika yang sudah seharusnya dijaga oleh ketiga pilar hukum yakni, Polisi, Jaksa, dan Advokat.

Menurut Jamal, Sayangnya, dalam hal ini tindakan penyidik Polda Sulsel yang dimaksud, yakni AKP AS dan Bripka ECR diduga sangat bertentangan dengan etika dan norma hukum yang sudah jelas dalam aturan Undang-Undang yang menyebutkan, seorang Advokat tidak bisa dituntut baik Perdata mau pun Pidana sebagaimana pasal 21 ayat 1 tentang honorarium bahwa seseorang Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan oleh kliennya. Dari pasal tersebut sudah sangatlah jelas advokat, polisi dan jaksa adalah penegak hukum.

“Namun penyidik yang dimaksud sangat memiliki birahi untuk menangani perkara yang saat ini menjerat saya sebagai seorang Advokat,” tutur Jamaluddin.

Kronologi Perkara
Perkara yang menjerat Jamaluddin bermula saat ia mendampingj kasus perceraian Pelapor yang merupakan Kliennya sendiri yaitu Candra.

Candra memberikan Kuasa Penuh kepada Jamaluddin untuk menangani perkara perceraiannya antara dirinya dan istrinya sesuai dengan Surat Kuasa pada tanggal 21 Juni 2023, perkara tersebut berjalan dengan baik hinga mendapatkan putusan hukum yang mengikat.

Putusan kasus perceraian antara pelapor dan istrinya dimenangkan oleh istri pelapor dan pelapor kembali meminta kepada Jamaluddin selaku kuasa hukum untuk mengajukan upaya Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Makassar, namun hasilnya pengadilan tinggi agama memutus perkara banding tersebut kembali dimenangkan oleh istri pelapor.

Ketidakpuasan pelapor, Candra menerima kemenangan istrinya itu, hingga membuatnya meminta kembali melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

“Tentunya dari deretan panjang perkara yang saya tangani, sudah barang tentu memakan biaya yang cukup signifikan, yaitu pembayaran jasa saya selaku Advokat yang menangani perkara tersebut, bukan saja pada perkara Perceraian namun Pelapor/Candra juga meminta saya untuk menangani beberapa perkara,” terang Jamaluddin bernada kesal.

Dari perjalanan perkaranya ini, Candra kemudian kesal dan keberatan atas kekalahannya. Sehingga ia pun melaporkan Jamaluddin ke Polda Sulsel atas dugaan penipuan dan penggelapan.

“Tidak ada sekalipun saya melakukan dugaan penipuan atau pun penggelapan sebagaimana yang dituduhkan Candra. Biaya-biaya yang diberikan kepada saya secara berangsur-angsur semata untuk menangani perkara yang dimintakan sendiri oleh pelapor, Candra, Justru dana-dana yang diberikan kepada saya untuk mengurus diluar dari perkara perceraian adalah dana milik orang lain yang sendiri baru mengetahui paska saya dilaporkan,” ucapnya.

Urai Jamal lagi, artinya klien saya si pelapor (Candra, red) justru yang menjanjikan kepada orang lain yang mempunyai dana tersebut dan saya hanya menjalankan tugas sesuai dengan permintaan dari Candra itu sendiri.

Artinya penyidik harus jeli dalam menyelidiki laporan yang disangkakan kepada saya, karena uang yang dikirimkan kepada saya dalam pengurusan perkara di Surabaya dan perkara di NTT dan juga perkara perceraian pelapor dan mantan istrinya sendiri.

Dana-dana tersebut, kata Jamal, bukanlah milik Candra melainkan milik orang lain sebagaimana yang tertuang dalam SP2HP dapat saya lampirkan,

“Artinya, yang seharusnya keberatan berkaitan dengan dana tersebut bukanlah Candra, melainkan temannya pelapor itu sendiri yang dimana justru pelapor sendiri yang menjanjikan kepada rekannya lalu bagaimana bisa, saya selaku pengacara yang diminta kepada Candra untuk menangani perkara-perkara tersebut justru dipidanakan oleh pelapor,” kesal Jamal.

Berdasarkan uraian di atas, sebagai seorang Pengacara, Jamaluddin memohon dengan hormat dan penuh kerendahan hati, kiranya KAPOLRI, IRWASUM MABES POLRI, KAROWASIDIK MABES POLRI, KADIV PROPAM MABES POLRI berkenan” MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM ” kepadanya dan selanjutnya memerintahkan kepada Jajaran Kepolisian Republik Indonesia yang terkait untuk memproses hukum atas dugaan hal dimaksud sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dengan seadil-adilnya dan penyidik yang menangani perkara tersebut kiranya dilakukan pemeriksaan etik.

“Saya juga berharap agar kasus saya ini dilakukan Gelar Perkara Khusus di Mabes Polri terkait perkara yang dimaksud. Apabila telah dilakukan gelar perkara dengan ditemukan fakta, saya benar tidak melakukan dugaan tindak pidana Penipuan dan Penggelapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 KUHPidana dan atau Pasal 372 KUHPidana Sebagaimana Laporan Polisi Nomor LP/B/745/VIII/2023/SPKT, Polda Sulawesi Selatan Tanggal 22 Agustus 2023, Maka Saya Kepada Kapolri, Irwasum Mabes Polri dan Karowasidik Mabes Polri, serta Kadiv Propam Mabes Polri untuk menghentikan perkara saya dan kiranya saya dilepaskan dari tahanan Polda Sulawesi Selatan,” Jamaluddin menandaskan.*

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *