Laporan wartawan sorotnews.co.id : Sugeng Tri Asmoro.
JAKARTA – Tuntutan para serikat buruh untuk memperjuangkan nasibnya, pada Rabu, 1 Mei 2024. Satu diantaranya yakni penghapusan outsourcing karena hal ini dianggap perbudakan modern.
Seperti yang disampaikan oleh Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal. Saat ini sistem kerja outsourcing masih mendominasi digadang menjadi penyebab kehidupan buruh masih belum memadai.
Dianggap sistem kerja outsourcing menyengsarakan pekerja dan buruh, serta dimanfaatkan untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin dengan biaya produksi yang kecil. Hal ini bukanlah tanpa alasan, mereka menganggap outsourcing turut melegalkan perusahaan untuk menggantungkan kepastian status dan hak pekerja.
Iqbal juga mengatakan bahwa pekerja kontrak tidak segera diangkat menjadi karyawan sehingga rawan terkena PHK dan kemudian untuk karyawan yang terkena PHK dimungkinkan kembali bekerja di perusahaan yang sama melalui agen penyedia pekerja outsourcing.
Sedangkan untuk pekerja outsourcing dengan masa kerja bertahun-tahun, statusnya tetap karyawan outsourcing sepanjang karirnya. Iqbal juga mengaku pihaknya akan mengadakan pertemuan dengan Prabowo untuk membahas persoalan outsourcing ini.
Kita telah mengketahui bahwa Jasa outsourcing pertama kali diresmikan pada 2003 ketika pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri melalui UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada beleid itu, penggunaan jasa outsourcing dibatasi untuk sektor tertentu seperti jasa keamanan, katering, angkutan, cleaning services, dan jasa penunjang dalam sektor perminyakan dan pertambangan.
Diketahui pada masa itu, aturan tersebut mewajibkan pegawai outsourcing didaftarkan ke dinas tenaga kerja.
Dan untuk saat ini, ketentuan outsourcing ada di dalam UU Cipta Kerja pada pasal 64. Diantara salah satu poin dari UU Cipta Kerja tersebut mengatur bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui alih daya yang dibuat secara tertulis.
Di dalam aturan tersebut tidak merincikan sektor yang diperbolehkan menggunakan pekerja outsourcing dan selanjutnya pada pasal 66 ayat (1) menyatakan hubungan kerja antara perusahaan alih daya dengan pekerja yang dipekerjakannya didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).*