Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.
PEKALONGAN, JATENG – Berniat menjual rumah seorang perajin batik di Kabupaten Pekalongan malah tertipu ratusan juta rupiah. Tidak hanya terancam kehilangan rumah, perajin batik warga Desa Pacar, Kelurahan Tirto itupun harus menanggung beban angsuran utang dan dikejar oleh pihak bank.
“Saya tertipu, tahunya diajak ke notaris itu rumah mau dibayar, ternyata setelah dibalik nama dua sertifikat saya malah diagunkan ke bank dengan atas nama orang lain,” ungkap Son Haji (56) kepada Wartawan , Kamis( 5 /9/ 24).
Ia mengaku setelah dua sertifikat rumah dijaminkan ke bank oleh teman bernama Syukron Makmun untuk utang atas nama Rif’at Yusuf sebagai debitur. Kemudian setelah itu dirinya menagih pencairan utang sebagai pembayaran rumah malah diberikan selembar cek.
Berbekal selembar cek, dirinya bersama Rif’at mendatangi salah satu bank yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kota Pekalongan. Namun ketika cek sudah dicairkan, hanya diberikan Rp 40 juta akhirnya terjadi keributan antara dirinya dengan Riat.
“Saya sempat ribut dengan Rif’at bagaimana urusannya dua sertifikat rumah hanya diberikan uang Rp 40 juta sedangkan pinjaman ke bank cair Rp 300 juta. Saya ngamuk waktu itu dan berniat menuntut secara hukum,” ujar Son Haji di rumahnya.
Setelah itu ia mengejar Syukron Makmun untuk meminta pertanggungjawaban telah menjaminkan dua sertifikat rumah miliknya namun yang bersangkutan selalu mengelak dan keberadaannya juga makin sulit ditemui.
“Saya heran saja, yang diagunkan ke bank itu rumah saya, namun dalam proses pengajuan utang tidak pernah ada survei maupun didatangi oleh pihak bank untuk verifikasi data,” katanya.
Son Haji mengutarakan peristiwa yang dialaminya terjadi pada tahun 2011 dan dirinya merasa menjadi korban dari sejumlah okhum yang diduga sudah berkomplot sejak awal. Apalagi akibat dari perbuatan seluruh oknum tersebut dirinya sempat mengangsur hingga tiga kali karena khawatir.
“Belum lama ini ada orang datang ke rumah mengaku dari pihak bank dan hendak menagih utang, namun karena merasa tidak pernah utang ke bank akhirnya saya tolak, bahkan saya pingin sertifikat balik bagaimana pun caranya,” jelasnya.
Dari peristiwa yang dialaminya itu, ia tidak habis pikir pada 2014 pihak bank bisa meloloskan satu sertifikat miliknya tanpa pernah ada izin dari Rif’at Yusuf selaku atas nama sertifikat setelah dibalik nama dan dirinya sebagai pemilik asli rumah.
“Jujur saya kaget satu setifikat bisa ditebus hanya dengan membayar Rp 70 juta, dasarnya hukumnya apa. Apalagi yang menebus sertifikat adik kandung istri saya, pihak bank dengan mudahnya memberikannya,” sebut Son Haji.
Adapun dua sertifikat yang dijadikan jaminan ke bank masing-masing luasnya 610 meter persegi dengan lokasi di Desa Pacar dan 327 meter persegi berlokasi di Desa Samborejo, Kecamatan Tirto.
Sementara itu kuasa hukum korban, Didik Pramono mengatakan akan mengambil langkah sepereti berkirim surat ke bank yang dimaksud untuk membuka ruang pertemuan untuk musyawarah. Selanjutnya tinggal menunggu seperti apa hasilnya.
“Pertama akan kita sampaikan dulu pernasalahan klien kami kepada bank. Kemudian ada langkah-langkah berikutnya, namun yang pasti kami berharap pihak bank dan klien kami ada solusii yang adil bagi kedua belah pihak,” sebutnya.*