Laporan wartawan sorotnews.co.id : Agus Arya.
JAKARTA – Pemerintah Indonesia memilih pesawat tempur Rafale produksi Dassault Aviation, Prancis, untuk menjaga kedaulatan udara Tanah Air.
Dilansir dari siaran pers yang tayang di kemhan.go.id pada 9 Januari 2024, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI telah mengaktifkan kontrak pengadaan tahap pertama pesawat tempur Rafale pada September 2022 sebanyak 6 unit.
Kontrak pengadaan tahap kedua dilakukan pada Agustus 2023 untuk 18 unit.
Selanjutnya, kontrak pengadaan tahap ketiga untuk 18 unit pesawat Rafale diaktifkan pada 8 Januari 2024.
Alhasil, secara keseluruhan, Kemhan RI akan mengakuisisi 42 unit pesawat tempur Rafale.
Merujuk artikel yang tayang di antaranews pada Jumat (27/9/2024), perusahaan pelat merah PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menekankan pentingnya penguasaan teknologi kunci dalam kerja sama pengadaan 42 unit pesawat tempur Rafale dari Dassault Aviation, Prancis.
Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan, menjelaskan bahwa menguasai teknologi tersebut akan membuka peluang bagi Indonesia untuk memproduksi pesawat tempur di dalam negeri.
“Ada beberapa teknologi kunci yang justru kami harapkan ini menjadi komplementer pada saat kita membangun kemampuan (produksi) fighter (pesawat tempur) di Tanah Air,” ujar Gita, saat berbicara di fasilitas produksi PTDI di Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).
Saat ini, kata Gita, perundingan mengenai alih teknologi atau ofset dalam pengadaan 42 unit Rafale antara Pemerintah Indonesia, Dassault Aviation, dan Pemerintah Prancis masih berlangsung.
Gita mengatakan PTDI juga telah mengusulkan paket pekerjaan produksi untuk beberapa komponen pesawat Rafale, yang akan memungkinkan perusahaan pelat merah tersebut untuk terlibat dalam rantai produksi global Dassault Aviation.
“Ini bagus, karena kami disertifikasi, dan ke depannya kami bisa menjadi bagian dari rantai produksi globalnya mereka,” kata Gita.
“Di luar itu, pemeliharaannya tentu di kami juga, karena kita harus bisa mengambil kemampuan MRO (pemeliharaan, perawatan, dan perbaikan),” lanjut dia.
Dalam kesempatan lain, PTDI juga menegaskan ambisinya untuk membangun kemampuan memproduksi pesawat tempur sendiri.
Oleh karena itu, dalam proyek kerja sama membangun KF-21 Boramae buatan Korea Aerospace Industries (KAI) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea Selatan, PTDI menekankan bahwa berbagai bentuk ofset yang diajukan dalam proyek tersebut harus diarahkan untuk mendukung kemampuan memproduksi pesawat tempur di dalam negeri.
“Apapun programnya di berbagai macam ofset, tujuannya cuma satu, bagaimana PTDI mampu ke depannya membangun fighter,” kata Gita.
Terkait pengadaan Rafale, pada tahun 2022 PTDI dan Dassault Aviation menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai kerja sama ofset dan alih teknologi untuk jet tempur tersebut.
Penandatanganan MoU tersebut disaksikan oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly.*