Menteri P2MI Targetkan Penyaluran 500 Ribu Pekerja Migran di 2025, Polemik Pengecualian Arab Saudi Jadi Sorotan

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Suherman. 

JAKARTA – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, mengumumkan target ambisius untuk menyalurkan 400 hingga 500 ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) pada tahun 2025. Angka ini jauh melampaui capaian tahun 2024 yang hanya menyalurkan 287 ribu PMI ke 100 negara tujuan. Dari jumlah tersebut, enam negara utama menjadi fokus penempatan, yakni Malaysia, Hongkong, Taiwan, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.

Bacaan Lainnya

Namun, keputusan Karding untuk mengecualikan penempatan PMI ke Arab Saudi menuai kritik tajam dari berbagai pihak, Ketua Umum F-BUMINU SARBUMUSI, Ali Nurdin, menilai kebijakan tersebut menunjukkan kurangnya pemahaman Menteri P2MI terhadap akar persoalan penempatan pekerja migran, khususnya ke Timur Tengah.

Kritik terhadap Kebijakan Pengecualian Arab Saudi

Ali Nurdin mengungkapkan bahwa animo masyarakat untuk bekerja di Arab Saudi dan kawasan Timur Tengah lainnya masih sangat tinggi dan sulit dicegah. Menurutnya, pengecualian ini justru membuka celah bagi pelaku pemberangkatan nonprosedural yang justru akan berisiko menimbulkan masalah baru.

“Banyak masyarakat yang membutuhkan pekerjaan demi kelangsungan hidup. Kalau pemerintah hanya memperketat dan sering menggagalkan pemberangkatan nonprosedural tanpa menyentuh akar persoalan, itu seperti memadamkan kebakaran. faktor ijazah dan SDM menjadi alasan utama mengapa Arab Saudi tetap menjadi pilihan terakhir bagi banyak PMI karena Negara tersebut lebih mengutamakan keterampilan dalam bekerja ketimbang pendidikan formal, sehingga menjadi peluang bagi masyarakat yang kurang memiliki kesempatan kerja di dalam negeri,” katanya.

“Target gaji tinggi justru dianggap mencari panggung dan tidak realistis, karena Negara Arab Saudi juga punya pertimbangan lain, tentang gaji bisa dibuktikan Arab Saudi bahkan sudah mampu membayar PMI SAR 2500 hingga 4000 per bulan untuk pekerja yang sudah berpengalaman, dibandingkan 6 negara yang disebutkan Menteri P2MI justru dianggap memuluskan target Jeratan Hutang kepada PMI dengan KUR nya berpotensi rasis dan diskriminasi,” ujar Ali.

Ali menekankan bahwa kebijakan ini bisa menjadi alat politik yang justru mengorbankan hak warga negara untuk mencari penghidupan yang layak. Ia mengusulkan agar pemerintah memberikan ruang yang lebih besar untuk penempatan pekerja ke Arab Saudi dengan pengawasan dan monitoring yang optimal.

Ali juga menyoroti bahwa kebutuhan Pengawasan dan Monitoring Lebih Optimal,

“Kami yakin, dengan pengelolaan dan perlindungan yang baik, persoalan ini bisa diminimalisir. Banyak organisasi buruh migran yang berpengalaman soal Timur Tengah. Pemerintah sebaiknya menggandeng mereka untuk menciptakan tata kelola yang adil dan transparan,” tutupnya.

Tantangan untuk 2025

Meskipun target penyaluran PMI 2025 terbilang ambisius, kebijakan pengecualian Arab Saudi menjadi tantangan tersendiri bagi Kementerian P2MI. Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak berdampak buruk bagi kesejahteraan pekerja migran, sekaligus menghindari lonjakan pemberangkatan ilegal.

Ke depannya, sinergi antara pemerintah, organisasi buruh migran, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menciptakan tata kelola penempatan PMI yang lebih baik dan berkeadilan.*

Pos terkait