Laporan wartawan sorotnews.co.id : M. Suryadi.
PADANGSIDEMPUAN, SUMUT – Ratusan warga Kecamatan Marancar bersama Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (DPC Grib Jaya) Tapanuli Selatan (Tapsel) menggelar aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan pada Jumat (31/01/2025).
Aksi ini merupakan bentuk dukungan moril terhadap Eddi Sulhan Siregar (ESS), seorang anggota DPRD yang tengah menjalani proses persidangan terkait kerusuhan di PLTA Marancar.
Dalam orasinya, masyarakat yang dipimpin oleh Reynaldi menuntut pengadilan agar membebaskan ESS dari segala tuduhan. Mereka menegaskan bahwa ESS adalah figur yang memperjuangkan hak-hak masyarakat dan tidak terlibat dalam kerusuhan di PLTA Marancar.
“Saat kejadian, ESS justru berupaya menenangkan massa. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa dia sebagai provokator,” tegas Rahim Pospos, salah satu tokoh masyarakat yang turut hadir dalam aksi tersebut.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa enam orang yang telah divonis dalam kasus tersebut tidak pernah menyebut keterlibatan ESS dalam kerusuhan. Bahkan, dalam rekaman video yang beredar, ESS terlihat berusaha mencegah konflik, bukan menghasut.
Korda Grib Jaya Tapsel, Marahalim Harahap, menegaskan bahwa aksi ini juga bertujuan untuk memastikan tidak adanya intervensi dalam penegakan hukum.
“Kami mengikuti arahan Ketua DPD Grib Sumut Samsul Tarigan dan Ketua Umum DPP Grib Jaya Hercules untuk mengawasi kebijakan aparat penegak hukum. Jika ada penyimpangan, Grib Jaya harus hadir untuk menyuarakan kebenaran,” ujarnya.
Ia bahkan menegaskan kesiapan untuk membawa permasalahan ini ke tingkat nasional.
“Jika ada indikasi permainan dalam persidangan ini, kami akan berkoordinasi dengan Ketua DPC Tapsel, Ketua DPD Sumut, dan Ketua DPP Grib Jaya untuk menyampaikan masalah ini langsung kepada Presiden Republik Indonesia, H. Prabowo Subianto,” tegas Marahalim.
Merespons tuntutan massa, pihak PN Padangsidimpuan mempersilakan enam perwakilan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka dalam forum diskusi di ruang sidang. Majelis Hakim yang diwakili oleh Rudi Rambe menyatakan bahwa aspirasi masyarakat akan disampaikan kepada Ketua Pengadilan.
“Namun, kami meminta agar aspirasi tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis dan diserahkan kepada kuasa hukum ESS untuk digunakan sebagai bagian dari pembelaan dalam persidangan,” ujar Rudi Rambe.
Kasus ESS ini memunculkan spekulasi di tengah masyarakat mengenai dugaan kriminalisasi terhadap tokoh yang dikenal membela kepentingan rakyat. Sejumlah pihak menduga ada upaya untuk menjebak ESS dalam kasus ini guna melemahkan pengaruh politiknya.
Namun, hingga kini, pihak kejaksaan dan pengadilan belum memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai dugaan tersebut. Jika benar terdapat rekayasa kasus atau intervensi hukum, maka ini dapat menjadi preseden buruk bagi sistem peradilan di Indonesia.
Kasus ESS menjadi perhatian luas, tidak hanya di Tapsel tetapi juga di tingkat provinsi. Dengan adanya desakan dari masyarakat dan pengawalan dari ormas Grib Jaya, proses persidangan ESS menjadi ujian bagi integritas hukum di Indonesia.
Apakah ESS benar-benar terlibat dalam kerusuhan, atau justru menjadi korban kriminalisasi? Publik menanti keputusan majelis hakim yang akan menentukan arah kasus ini ke depan.
Investigasi lebih lanjut masih diperlukan untuk mengungkap kebenaran di balik kasus ini.**