Laporan wartawan sorotnews.co.id : Marselin SK.
Kota Kupang, NTT – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang mahasiswa asal Kabupaten Sabu Raijua, Markus Do (27), yang diduga dilakukan oleh DU (42), seorang guru P3K di SD Inpres Sikumana 3 Kota Kupang, kini menjadi perhatian serius sejumlah pihak, termasuk tim kuasa hukum dari LBH Surya NTT.
Peristiwa kekerasan tersebut terjadi pada Sabtu, 1 Maret 2025, di sebuah tempat pangkas rambut di Jalan Sesawi, Kelurahan Oepura, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang. Korban saat itu sedang mencukur rambut ketika secara tiba-tiba didatangi oleh pelaku dan mengalami serangan fisik berulang kali. Kasus ini telah dilaporkan ke Polsek Maulafa pada 3 Maret 2025, dengan nomor laporan polisi: STPL/28/III/2025/SPKT/POLSEK MAULAFA/POLRES KOTA KUPANG KOTA/POLDA NTT.
Berdasarkan keterangan saksi mata DR (32), yang merupakan seorang guru dan berada di lokasi saat kejadian, pelaku datang membawa sebatang kayu pohon kelor (marungga) dan langsung menyerang korban. Pelaku memukulkan kayu tersebut hingga patah, lalu mengambil gagang sapu ijuk dan sapu lidi bergagang kayu untuk melanjutkan aksinya. Saat korban berusaha menyelamatkan diri, pelaku sempat mengancam akan mengambil pisau. Ia kemudian kembali dengan membawa parang dan sempat mengacungkannya ke leher anak kandungnya sendiri yang mencoba menenangkannya.
Menurut saksi, pelaku juga melontarkan kata-kata kasar dan ancaman pembunuhan terhadap korban. Aksi kekerasan ini berlangsung di tempat umum dan disaksikan sejumlah orang, namun tidak ada yang berani melerai karena pelaku tampak dalam kondisi sangat emosional.
Advokat Jhon D. Samuwaru, S.H., dari LBH Surya NTT, yang mewakili korban, menilai tindakan pelaku sebagai perbuatan keji yang tidak hanya mengandung unsur penganiayaan berat, tetapi juga ancaman pembunuhan. Ia mendesak aparat kepolisian untuk segera menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap DU.
“Kami menilai perbuatan pelaku masuk dalam kategori penganiayaan berat dengan unsur niat untuk menghilangkan nyawa. Kami meminta agar proses hukum dilakukan secara profesional dan transparan,” ujar Jhon kepada wartawan.
Ia menambahkan, hingga kini pihaknya belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), dan mendesak Polsek Maulafa agar segera menyita barang bukti serta memproses hukum pelaku sesuai ketentuan.
Menurut Jhon, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang penganiayaan, Pasal 336 KUHP tentang ancaman dengan senjata tajam, serta Pasal 170 KUHP karena kekerasan dilakukan di tempat umum.
Ketua DPW Media Online Indonesia (MOI) Provinsi NTT, Herry FF Battileo, S.H., M.H., juga turut angkat bicara. Ia mendesak Kapolda NTT untuk memberikan atensi terhadap kasus ini dan memastikan proses hukum berjalan adil.
“Jika hukum tidak ditegakkan dengan tegas, maka kami bersama rekan-rekan wartawan siap turun ke jalan dalam orasi damai di depan Mapolda NTT untuk mengawal proses hukum ini,” tegasnya.
Herry juga menyampaikan bahwa kasus ini akan menjadi perhatian publik dan mencerminkan seberapa kuat penegakan hukum terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparatur sipil negara, khususnya tenaga pendidik.**