Telkom Innovillage Lahirkan Semerbak-IoT, Solusi Cerdas Berbasis IoT untuk Dukung Pemeliharaan Bibit Padi dan Ketahanan Pangan

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Agus Arya. 

JAKARTA – Upaya memperkuat ketahanan pangan nasional tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah. Diperlukan sinergi berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil, perguruan tinggi, pelaku usaha, dan media, untuk menciptakan sistem pangan yang adil dan berkelanjutan. Komitmen tersebut diwujudkan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk melalui program Innovillage, ajang inovasi sosial berbasis teknologi digital yang kini telah memasuki tahun kelima.

Mengusung tema ketahanan pangan, program Innovillage tahun ini melahirkan berbagai inovasi yang menjawab tantangan nyata di masyarakat, salah satunya adalah Semerbak-IoT, alat pemantau cerdas berbasis Internet of Things (IoT) yang dirancang untuk membantu pemeliharaan bibit padi kering sejak awal masa tanam.

“Program Innovillage merupakan bagian dari komitmen Telkom dalam mendorong pembangunan berkelanjutan melalui inovasi digital. Kami percaya bahwa inovasi sosial berbasis teknologi adalah kunci untuk menghadapi tantangan masyarakat, termasuk isu krusial seperti ketahanan pangan,” ujar Hery Susanto, Senior General Manager Social Responsibility Telkom, dalam keterangannya.

Ia menambahkan, melalui Innovillage, para mahasiswa didorong untuk berpikir kreatif dan solutif, dengan mengembangkan inovasi yang berdampak langsung bagi masyarakat. “Semerbak-IoT dan Photovoltaic Egg Pasteurize menjadi bukti bahwa talenta muda Indonesia mampu menciptakan solusi relevan yang menjawab kebutuhan lokal. Innovillage bukan sekadar program, tapi sebuah ekosistem kolaboratif yang terus kami perkuat agar manfaatnya berkelanjutan,” kata Hery.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2024, Indonesia masih mengimpor sekitar 2,8 juta ton beras, 2,5 juta ton gandum, dan 600 ribu ton gula untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sementara itu, distribusi pangan nasional masih belum merata. Sekitar 30 persen produksi pangan terpusat di Pulau Jawa, menjadikan wilayah lain rentan terhadap krisis pangan dan fluktuasi harga.

Ketergantungan pada impor komoditas pokok dan ancaman terhadap stabilitas pangan menjadi ironi bagi negara agraris seperti Indonesia. Pemerintah pun menargetkan swasembada pangan nasional pada 2027. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah ringan: perubahan iklim, alih fungsi lahan mencapai 100 ribu hektare per tahun, gejolak harga global, hingga pertumbuhan penduduk menjadi hambatan serius yang memerlukan kolaborasi semua pihak.

Dalam konteks inilah Innovillage hadir sebagai wadah untuk mengembangkan solusi berbasis teknologi dan kearifan lokal. Sejak diluncurkan pada 2020, program ini telah melahirkan berbagai inovasi berdampak yang turut mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 1 (Tanpa Kemiskinan), SDG 2 (Tanpa Kelaparan), dan SDG 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab).

Salah satu inovasi unggulan tahun ini adalah Semerbak-IoT, karya tim mahasiswa dari Universitas Telkom yang diterapkan di Kecamatan Bodeh, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Alat ini dilengkapi fitur pemantauan suhu, kelembapan, debit udara, serta sistem penyiraman otomatis. Dengan teknologi real-time monitoring, petani dapat dengan mudah memantau dan menjaga kondisi bibit padi secara efisien.

Semerbak-IoT diharapkan mampu mengurangi risiko kegagalan panen sejak masa pembibitan dan meningkatkan produktivitas lahan. “Melalui teknologi ini, petani tidak hanya terbantu secara teknis, tetapi juga diajak beradaptasi dengan transformasi digital dalam pertanian,” ujar perwakilan tim pengembang.

Tak kalah menarik, inovasi lain datang dari tim mahasiswa Universitas Islam Malang (UNISMA) yang mengembangkan Photovoltaic Egg Pasteurize Electric Field, sebuah mesin pasteurisasi telur menggunakan kejut listrik yang bersumber dari tenaga surya.

Inovasi ini dirancang untuk memperpanjang masa simpan telur sekaligus menjaga kandungan nutrisinya, sehingga bisa menjadi solusi bagi persoalan stunting dan ketahanan pangan protein hewani di pedesaan. “Kami berharap alat ini tidak hanya membantu peternak mengurangi kerugian, tetapi juga menjadi bagian dari solusi stunting nasional,” kata Nizhamuddin Mufid Azzurri, perwakilan tim inovator UNISMA.

Selain menciptakan alat, tim juga memberikan pelatihan kepada masyarakat di Desa Ganjaran, Malang, agar dapat mengoperasikan dan merawat mesin secara mandiri.

Keberhasilan program Innovillage juga tak lepas dari kolaborasi multipihak, salah satunya dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lokadesa yang aktif mendampingi tim mahasiswa dalam penerapan teknologi di lapangan.

“Desa adalah fondasi utama ketahanan pangan. Kami mendukung penuh program ini agar semakin meluas ke berbagai kampus di Indonesia dan menjadi gerakan inovasi sosial bersama,” tutur Noor Yahya, CEO Lokadesa sekaligus reviewer pitching untuk tema ketahanan pangan.

Ia menambahkan pentingnya pemantauan dan pendampingan jangka panjang terhadap proyek-proyek inovasi, agar dampaknya tidak berhenti hanya pada penghargaan tetapi terus berkelanjutan hingga ke tahap industrialisasi.

Program Innovillage menjadi bukti bahwa penguatan ketahanan pangan bisa dimulai dari inovasi sosial di tingkat akar rumput. Dengan sinergi antara dunia pendidikan, industri, komunitas, dan masyarakat desa, Indonesia dapat membangun sistem pangan yang lebih inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.

Inovasi berbasis teknologi digital kini bukan hanya proyek akademis, tetapi telah menjadi langkah nyata dalam mewujudkan transformasi sosial yang berdampak langsung bagi masyarakat. **

Pos terkait