Tokoh Lintas Agama Berkomitmen Perkokoh Moderasi Beragama Reok Raya

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Marselin SK. 

MANGGARAI, NTT – Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Ruteng RD. Dr. Hironimus Bandur, S.Fil, M.Th; Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Ruteng RD. Marthen Kedon, Imam Masjid Besar Reo  Syamsuddin, Ketua MUI Kecamatan Reo Usman Wahid, Pendeta Apriani Mega Plaituka, S.Si, Teol (GMIT Ephata Reo); dan Pendeta Albinus Y. Baok (Gereja Pentekosta) menyatakan ketedakan  bersama untuk terus memperkokoh moderasi beragama di Reok Raya demi terwujudnya suasana persaudaraan, kedamaian, dan  terus mempromosi pembangunan  peradaban baru yang konstruktif.

Ketekadan para  pemuka agama ini disampaikan dalam momen Seminar Moderasi Beragama yang diikuti pemimpin lintas agama, dan utusan orang muda dari belasan  paroki sekevikepan Reo, yang berlangsung di Aula  Paroki Reo, Jumat (20/6/2025).

Narasumber dalam seminar ini adalah Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan Keuskupan Ruteng RD. Dr. Hironimus Bandur, S.Fil, M.Th yang juga Dosen STIPAS Santo Sirilus Ruteng. Selaku moderator Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Ruteng RD. Marthen Kedon.

Hadir dalam seminar ini beberapa imam katolik  di antaranya Pastor Paroki Reo, RD. Mansuetus Hariman, RP. Yanuarius, OFM; Paroki Robek RD.Geby Ediman, RD. Rofinus Abin, RD. Dedy Madur, Ketua Pelaksana DPP Paroki Reo Pius Jemadu, dan sejumlah  tokoh masyarakat.

RD. Dr. Hironimus Bandur, S.Fil, M.Th dalam materinya berjudul Moderasi Beragama pada Masyarakat multi kultural antara lain menjelaskan seputar demografi agama di  dunia  di mana seturut Pew Research Center 2022, agama   Kristen (Katolik dan Kristen Protestan dan denominasi) sebesar 31,7%;  Islam 25%;  Hindu 15,9%; Budha 5,08%.

Sementara demografi agama di Indonesia seturut BPS 2024:  Islam 87,2%; Kristen 9,8%; Hindu 1,7%;  Budha 0,7%.

Sedangkan demografi agama di NTT seturut BPS 2024, lanjut Doktor Hiro Bandur: Katolik 54,3%; Kristen 36,5%, Islam 9,01%; Hindu 0,17%, dan Budha 0,001%, dan demografi agama di Kabupaten Manggarai seturut BPS 2024:  Katolik 95%; Islam 3,3%; Kristen 0,8%, Hindu 0,1%, dan Budha 0,003%.

Pada kesempatan ini, Doktor  Prodi Studi Agama Islam dengan Konsentrasi Kajian Antar Iman (Interfaith studies) pada Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogya tamat 2022 ini menyebut beberapa paradoks keberagamaan yakni Pluralisme asimetris: tidak semua identitas dihargai setara; perbedaan respons terhadap keberagaman antar daerah;  politik identitas  turut memengaruh hubungan sosial;  etnoreligiosentfisme: campur aduk etnis agama konflik; privatisasi agama & rabun  kemanusiaan akibat  fundamentalisme

Doktor Hiro Bandur juga menyebut indikator moderasi beragama yakni   komitmen kebangsaan-kesetiaan pada Pancasila & UUD 1945; toleransi: inklusif terhadap  semua perbedaan; anti kekerasan: menolak  kekerasan  verbal, fisik, ekstrem;  ramah tradisi:akomodatif terhadap budaya lokal.

Dosen pada STIPAS St. Sirilus Ruteng ini menyebut beberapa konsep moderasi beragam dalam agama-agama di mana Agama Islam mengacu pada Al Baqara 143, :Piagam  Madinah, hadits ukhuwah.

Agama Kristen pada Perikope Ijil Matius pasal  22:37, Nostra Aetate, Dignitatis Humanae. Agama Hindu mengacu pada:  Weda, Bhagavadgita-cinta. Karma, bhakti, jnana, dan agama Budha pada 3 moralitas:hindari kejahatan, lakukan baik, penyucian  diri; dan Khonghucu:  cinta kasih, kebenaran,  kesusilaan,  kebijaksanaan, kepercayaan.

Mengakhiri materinya, Romo Hiro mengutip kutipan bermakna Paus Leo XIV yang disampaikan pada 18 Juni 2025 lalu, petikannya: “Kita tidak boleh menjadi terbiasa dengan perang. Marilah kita tolak godaan terhadap senjata”.

Pada kesempatan ini, peserta yang hadir di antaranya Pendeta Apriani Mega Plaituka, S.Si, Teol (GMIT Ephata Reo), Imam Masjib Besar Reo  Syamsuddin, Ketua MUI Kecamatan Reo Usman Wahid, dan Pendeta Albinus Y. Baok (Gereja Pentekosta) menyatakan kesiapan untuk terus  merawat dan menyukseskan moderasi beragama sehingga terciptanya suasana persaudaraan, kedamaian, dan saling menghargai kebhinekaan tunggal ika dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sementara beberapa perwakilan orang muda dan elemen masyarakat di antaranya  Fr. Sesa Nathem, Fr. Vall Yogevaldi; Paskalis Ronaldi, Desiderius Mikael, Paskalis Ronaldi, Yane menyampaikan apresiasi dan masukan positif terkait seminar moderasi beragama yang melahirkan aneka nilai untuk kehidupan elemen warga.

Menanggapi masukan dari pelbagai tokoh agama da elemen umat di atas, Romo Hiro Bandur menitipkan dua catatan penting:

Pertama, Mari kita terus mendalami dan bangga dengan agama kita masing-masing, tetapi tanpa mengabaikan saudara-saudari lain yang beragama lain

Kedua, mari terus menjadikan spiritualitas  agama kita masing-masing untuk menyucikan ruang publik , dan selalu mempromosi pembangunan  peradaban baru yang konstruktif.

Nama Romo Dr. Hironimus Bandur, S.Fil, M.Th kelahiran Lembor 23 Mei 1976. Studi S1 Filsafat di STFK Ledalero tamat 2001; S2 Teologi Kontekstual di IFTK Ledalero tamat 2005; S3 Prodi Studi Agama Islam Konsentrasi Kajian Antar Iman (Interfaith studies) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Jogya tamat 2022.

Romo Hiro ditahbiskan menjadi imam projo pada tahun 2006. Setelah ditahbiskan ia bertugas di Paroki Kumba Ruteng 2006-2007, lalu tugas di  Seminari Labuan Bajo 2007-2010, dan Dosen di STIPAS Santo Sirilus Ruteng 2010-sekarang.

Romo Hiro aktif menulis buku di antaranya berjudul “Moderasi Beragama Dalam Masyarakat Multikultur”. Ia juga penulis aktif untuk  bookchapter, artikel jurnal, talkshow live streaming dan seminar seputar tema moderasi beragama, interkulturalitas, studi agama-agama dan teologi konstekstual serta pastoral lintas batas.**

Pos terkait