Laporan wartawan sorotnews.co.id : Andri HH.
KAB. TASIKMALAYA, JABAR – Proyek penanggulangan bencana tanah longsor di Desa Pakalongan, Kecamatan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya, kini tengah menjadi sorotan publik. Proyek yang menelan anggaran sebesar Rp 1,48 miliar dengan nomor : 300.2.2/79/Darlog/2025 di kerjakan 90 hari kalender dari pos Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Tahun 2025 itu diduga kuat dikerjakan tidak sesuai spesifikasi teknis, minim pengawasan, serta mengabaikan standar keselamatan kerja.
Pantauan lapangan dan dokumentasi warga menunjukkan sejumlah indikasi pelanggaran. Struktur bronjong atau penahan tebing terlihat dikerjakan secara asal-asalan. Susunan batu tampak tidak rapi, sejumlah kawat pengikat tidak dikencangkan secara optimal, dan kualitas material yang digunakan terkesan tidak seragam. Lebih lanjut, proyek ini juga tidak dilengkapi direksi kit, yakni dokumen teknis harian yang seharusnya selalu tersedia di lokasi sebagai bagian dari standar pengawasan pelaksanaan proyek pemerintah, Sabtu (28/6/2025).
Masalah tak berhenti di situ. Para pekerja terlihat menjalankan tugas tanpa mengenakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, rompi keselamatan, atau sepatu boot. Padahal, proyek konstruksi di kawasan tebing dan bantaran sungai masuk kategori risiko tinggi, dan secara hukum wajib memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius mengenai mutu pelaksanaan oleh pihak rekanan, CV. Mulya Barokah, serta efektivitas pengawasan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya sebagai instansi yang bertanggung jawab atas program tersebut.
Dugaan pemborosan anggaran dan pelaksanaan proyek yang terburu-buru juga mengemuka, terlebih setelah pernyataan tegas dari Bupati Tasikmalaya, Cecep Nurul Yakin, yang sempat menyampaikan kekecewaannya terhadap kondisi keuangan daerah. Dalam unggahan resmi melalui akun Facebook miliknya, Cecep menyebut bahwa anggaran BTT telah habis, dan semestinya difokuskan untuk kebutuhan yang lebih prioritas dan berdampak langsung bagi masyarakat.
“Anggaran BTT seharusnya digunakan untuk perbaikan jalan-jalan utama yang rusak parah, seperti Jalan Raya Mangunreja–Sukaraja dan ruas jalan di Kecamatan Tanjungjaya. Itu yang langsung dirasakan masyarakat,” ujar Cecep.
Ia juga menyinggung hasil evaluasi internal BPBD yang menunjukkan adanya indikasi penyerapan anggaran secara terburu-buru, tanpa mempertimbangkan urgensi dan kepentingan umum yang lebih luas.
“Ke depan, hal ini jangan sampai terulang kembali karena akan merugikan masyarakat,” tegasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, baik pihak BPBD Kabupaten Tasikmalaya maupun CV. Mulya Barokah belum memberikan klarifikasi resmi atas dugaan ketidaksesuaian spesifikasi, pelanggaran prosedur, serta lemahnya pengawasan dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Masyarakat berharap agar pemerintah daerah, aparat pengawasan teknis, serta lembaga pemeriksa anggaran segera turun tangan untuk mengaudit proyek ini secara menyeluruh. Proyek-proyek berbasis bencana seharusnya menjadi simbol integritas dan keberpihakan kepada masyarakat, bukan celah bagi pemborosan dan kelalaian.**