Laporan wartawan sorotnews.co.id : Muktar.
JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, pernah mengkritisi kondisi adanya ratusan ribu pekerja migran Indonesia (PMI) yang berangkat secara ilegal ke Arab Saudi. Padahal, saat ini, Pemerintah masih memberlakukan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke negara Timur Tengah tersebut, sejak diberlakukannya moratorium pada tahun 2015, sebanyak 183 ribu PMI tetap berangkat secara ilegal ke Arab Saudi, termasuk 25.000 orang sepanjang tahun 2024. Belum lagi di tahun 2025. Nurhadi menilai, atase ketenagakerjaan (atnaker) di Arab Saudi sudah kebobolan terkait persoalan ini.
“Sudah jelas-jelas ada moratorium, tapi kok masih ada ratusan ribu yang berhasil berangkat secara ilegal? Ini artinya ada sistem yang lemah, ada kebobolan serius!” kata Nurhadi
Seperti yg terjadi pada kasus penempatan PMI yang sudah diriliese pada Sorot News pada tanggal 13 Mei 2025 yang berjudul “Dugaan Rekrutmen Ilegal PT Bahana, Pemerintah Diminta Penindakan Tegas Terhadap Sindikat Pengiriman PMI Ilegal”, yang sampai hari ini pihak Kepolisian belum memanggil dan memeriksa dugaan PT Pelaku Pemberangkan.
Menurut narasumber Yusri Al-Bima, seorang aktivis pemerhati pekerja migran,
yang menerima pengaduan PMI atas nama Entin Kartini asal Cianjur Jawa Barat, katanya dirinya diberangkatkan oleh PT. Bahana yang ketika itu beralamat di Jalan Batu Wadas, Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur. Menurutnya diduga ada yang membekingi aparat sehingga merasa kebal hukum.
Namun pasca pemberitaan tersebut mencuat, secara spontan beberapa hari kemudian nomor kontak (Handphon) Entin Kartini tiba tiba mati alias sudah tidak aktif lagi sampai berita kedua ini diterbitkan. Menurut narasumber kuat dugaan pelaku pemberangkatan Entin langsung menghubungi dan mengintimidasi dan menyuruh menonaktifkan Handphonnya.
“Hal seperti ini sudah biasa terjadi. Untuk menghilangkan jejak, para pelaku mengintimidasi, mengancam para PMI yang sedang bermasalah untuk tidak berkomunikasi kepada Ormas, LSM maupun Wartawan. Jika mereka masih terus maka PMI tersebut diancam akan mengalami masalah yang lebih besar. Hal seperti ini sering para PMI mengatakan kepada kami saat mengadu,” kata Yusri.
“Ada lagi kasus yang lain. Bila PMI Ketahuan mengadu ke Indonesia maka Pelaku tersebut menyuruh majikan PMI tersebut menyita alat komunikasi HP nya,” ungkap Yusri.
Namun untuk mengungkap hal seperti ini sangatlah mudah. Kata Yusri. Tinggal datangin keluarganya dan ditanyakan siapa Sponsor yang membawa dan ke PT mana dia proses. Kan bisa sekalian Sponsornya ikut ditangkap karena turut serta memproses. Keluarga Entin Kartini pasti tau mereka.
Yusri berharap kepenegak hukum agar segera bergerak, bertindak sebelum PMI Entin Kartini mengalami kejadian yang lebih besar atau lebih fatal. Negara sudah berulangkali menegaskan Tangkap dan Proses hukum para pelaku sindikat TPPO tanpa pandang bulu.
“Kami tunggu langkah nyata dari kepolisian. Ini bukan hanya soal pelanggaran administratif, tapi sudah menyangkut keselamatan warga negara kita di luar negeri,” ujarnya.
Kasus ini menambah daftar panjang tantangan dalam perlindungan pekerja migran Indonesia. Meskipun regulasi telah diperketat dan moratorium masih berlaku, praktik perdagangan orang melalui jalur tidak resmi masih terus berlangsung. Pemerintah dan aparat penegak hukum diharapkan tidak tinggal diam dan segera menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam sindikat ini.**