Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.
PEKALONGAN, JATENG – Di era keterbukaan informasi dan tuntutan transparansi publik, sikap pejabat publik yang enggan memberikan klarifikasi saat dihubungi awak media menjadi sorotan tajam. Fenomena “centang putih”—istilah yang digunakan ketika pesan WhatsApp hanya terlihat terkirim tanpa dibaca atau dibalas—kian sering dijumpai saat wartawan mencoba mengonfirmasi isu penting kepada pejabat yang bersangkutan.
Sikap pasif seperti ini dianggap sebagai sinyal awal bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Banyak pihak menilai bahwa pejabat publik yang menghindar dari pertanyaan wartawan, apalagi dalam isu yang menyangkut kepentingan masyarakat luas, patut dipertanyakan integritas dan akuntabilitasnya.
Ketua Poros Keadilan Masyarakat (LPKM) Kabupaten Pekalongan, Feri Erwansyah,, mengatakan bahwa komunikasi yang tertutup menunjukkan potensi ketidaksiapan atau keengganan pejabat untuk bertanggung jawab.
“Kalau tidak ada yang ditutup-tutupi, kenapa takut dikonfirmasi? Justru pejabat yang sehat harusnya terbuka dan menjawab pertanyaan media demi klarifikasi dan menjaga kepercayaan publik,” ujarnya.
Wartawan juga mengeluhkan minimnya respon dari sejumlah kepala dinas, PPK, maupun pejabat proyek saat dikonfirmasi terkait penggunaan anggaran, progres pembangunan, atau dugaan pelanggaran. Sikap diam ini dikhawatirkan menjadi budaya antikritik yang berbahaya dalam sistem demokrasi.
Fenomena ini sekaligus menjadi tantangan tersendiri bagi para jurnalis dalam menjalankan fungsi kontrol sosial. Di sisi lain, masyarakat pun didorong untuk lebih kritis dan aktif menagih transparansi dari para penyelenggara negara.
“Transparansi bukan pilihan, tapi kewajiban. Kalau centang putih jadi jawaban, maka publik berhak curiga,” ujar Feri Erwansyah, Kamis (27/11/25).
Narasi ini mencerminkan pentingnya peran media sebagai jembatan informasi dan pengawas kebijakan publik. Jika pejabat terus bersembunyi di balik fitur privasi, maka jangan salahkan publik bila mulai bertanya: Apa yang sedang disembunyikan?.**
