Krisis Keteladanan Gen Z di Era Digital, Pendidikan Agama Islam Jadi Penopang Karakter

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Toni. 

PEKALONGAN, JATENG – Di tengah derasnya arus digital, Generasi Z kini tumbuh dalam lingkungan yang dipenuhi influencer, konten viral, hingga budaya serba instan. Figur panutan tak lagi hadir dari orang tua atau guru di sekitar mereka, namun dari layar ponsel yang setiap hari menggulirkan tren baru. Kondisi ini membuat banyak remaja kebingungan memilah nilai: mana yang pantas ditiru dan mana yang justru merusak karakter.

Sejumlah penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa media sosial memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perilaku remaja. Bahasa kasar, gaya hidup konsumtif, hingga fenomena flexing menjadi perilaku yang kian lazim muncul akibat paparan konten yang tidak sehat. Keteladanan orang tua dan guru yang dulu menjadi rujukan utama kini harus bersaing dengan selebriti digital yang lebih menarik perhatian anak muda.

Dalam situasi yang penuh tantangan ini, Pendidikan Agama Islam (PAI) disebut memiliki peran penting dalam mengembalikan arah pembentukan karakter remaja. PAI tidak lagi sebatas hafalan dan teori, tetapi menjadi ruang penanaman teladan melalui tindakan nyata para guru. Penelitian Mutiah (2021) menunjukkan bahwa gaya hidup serta sikap guru berpengaruh besar terhadap perilaku religius siswa. Guru PAI yang menampilkan akhlak mulia dalam keseharian mampu menjadi jangkar moral bagi remaja yang sedang mencari figur panutan.

PAI juga dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Literasi digital menjadi kebutuhan mendesak di sekolah, agar siswa mampu menyaring informasi, memahami etika berkomentar, serta bijak dalam berinteraksi di dunia maya. Nasution (2022) menegaskan bahwa literasi digital yang dipadukan dengan nilai-nilai agama dapat membantu siswa lebih selektif dalam mengonsumsi konten viral.

Pembelajaran PAI akan lebih menarik jika didukung media digital. Penelitian Sulfemi dan Lestari (2020) menemukan bahwa penggunaan video, animasi, dan platform pembelajaran berbasis internet mampu meningkatkan partisipasi siswa. Guru dapat memanfaatkan video pendek untuk menjelaskan akhlak, menghadirkan contoh kasus dari media sosial, bahkan mengajak siswa membuat konten dakwah kreatif yang relevan dengan dunia mereka.

Namun, pendidikan karakter tidak dapat berjalan optimal tanpa dukungan keluarga. Yuliani (2021) menegaskan bahwa pola asuh religius di rumah menjadi fondasi penting bagi pembentukan karakter anak. Ketika sekolah dan keluarga memberikan teladan yang sejalan, remaja memiliki benteng moral yang kuat meski terus berada di tengah paparan media sosial.

Krisis keteladanan di kalangan Gen Z bukan masalah yang mustahil diatasi. Dengan pendekatan PAI yang humanis, adaptif, dan dekat dengan realitas digital, generasi muda tetap dapat dibentuk menjadi pribadi yang berakhlak dan bertanggung jawab. PAI bukan hanya mata pelajaran, tetapi menjadi sarana pembinaan karakter yang nyata dan relevan dengan kebutuhan zaman.**

Pos terkait