Ibu Tiga Anak Asal Bekasi Korban Kekerasan dan Eksploitasi di Riyadh Akhirnya Diselamatkan oleh BUMINU–Lazisnu

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Suherman. 

BEKASI, JABAR – Kepulangan seorang ibu tiga anak asal Bekasi ke tanah air berakhir dengan air mata haru setelah tiga tahun menjalani masa-masa kelam sebagai pekerja migran di Riyadh, Arab Saudi. Perempuan yang ditinggal wafat suaminya pada 2021 itu akhirnya bisa kembali ke Indonesia berkat pendampingan BUMINU dan Lazisnu, setelah mengalami kekerasan fisik, tekanan mental, eksploitasi, bahkan nyaris diperjualbelikan.

Ia tiba di Bandara Soekarno–Hatta pada Jumat (5/12/2025) sekitar pukul 14.00 WIB dan langsung menyampaikan rasa syukur serta terima kasihnya.

“Alhamdulillah, hari ini saya bisa kembali ke tanah air. Terima kasih kepada BUMINU dan Lazisnu yang sudah membantu saya sejak awal perjuangan ini. Tanpa mereka, mungkin saya tidak akan pernah pulang,” ujarnya lirih.

Kisah pilu itu bermula pada 2021. Kehilangan suami dan harus menghidupi tiga anak yang masih kecil membuatnya terpaksa mencari pekerjaan ke luar negeri.

“Saya bingung bagaimana membiayai anak-anak. Tidak ada pilihan lain. Saya harus bekerja ke luar negeri,” tuturnya.

Seorang teman memperkenalkannya kepada seorang sponsor bernama Iis asal Karawang. Ia dijanjikan pekerjaan resmi di Arab Saudi dengan gaji 1.200 rial (sekitar Rp5 juta) dan bonus setelah dinyatakan “medical fit”. Janji tersebut membuatnya semakin yakin untuk berangkat.

Pada 4 September 2022, ia dibawa ke Jakarta untuk bertemu dengan seseorang bernama Fahmi yang disebut sebagai bos salah satu P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia). Di sana ia diwawancarai dan dijanjikan keberangkatan cepat.

Namun, sejak awal berbagai kejanggalan mulai terlihat: Diminta berbohong tentang riwayat operasi sesar. Pembuatan paspor pada 6 September 2022 hanya memakai KTP. Diminta mengaku “mau umroh” jika ditanya petugas imigrasi. Tidak ada pelatihan bahasa maupun pembekalan kerja.

Karena kebutuhan mendesak, ia menekan semua kecurigaan itu. Ia menerima dua kali pemberian uang fee, masing-masing Rp2.300.000 dan Rp3.900.000.

Pada 16 Oktober 2022, ia mendarat di Riyadh dan langsung dijemput majikan. Kondisi semakin sulit karena ia tidak bisa berbahasa Arab, sehingga komunikasi nyaris tidak terjadi.

Dalam hitungan hari, ia mengalami serangkaian perlakuan tidak manusiawi: Bentakan dan penghinaan. Dipukul, ditampar, dan diseret. Ponsel disadap dan media sosial dipantau. Difitnah oleh anak majikan. Tekanan mental berkepanjangan.

“Seminggu pertama saya sudah dipukul dua kali. Saya sabar karena hanya itu yang bisa saya lakukan,” ujarnya.

Pada Ramadhan 2023, ia baru menyadari ponselnya sepenuhnya dipantau. Semua jalur komunikasi ditutup rapat sehingga ia tidak bisa meminta pertolongan. Ia membuat beberapa video permintaan tolong kepada Presiden secara diam-diam, namun situasi tidak berubah.

Lebih buruk lagi, majikan mengancam akan memenjarakannya jika ia mencoba kabur. Ia juga diminta membayar 26.000 rial (sekitar Rp100 juta) jika ingin pulang — jumlah yang mustahil ia penuhi.

Pada November 2023, ia dipukul lagi dari belakang saat memotong sayur. Ketakutan kehilangan nyawa membuatnya nekat kabur dengan bantuan seorang sopir yang dikenalkan oleh teman mantan TKW.

Namun upayanya membawa risiko baru. Ia sempat ditampung oleh kelompok yang ternyata terlibat praktik jual beli TKW kabur.

“Tidak terbayang saya bisa dijual. Tapi Allah masih melindungi saya. Ada orang Indonesia yang menolong dan menyelamatkan saya,” ucapnya.

Meski selamat dari ancaman perdagangan manusia, ia hidup terluka, sakit, tanpa uang, dan jauh dari ketiga anaknya yang terus menunggu di rumah.

Perjuangan panjang itu berakhir terang ketika BUMINU dan Lazisnu turun tangan. Bantuan yang diberikan meliputi: Pendampingan hukum, Penyelamatan dan evakuasi, Pengaturan rute pemulangan, Dukungan logistik dan kesehatan.

Pada 4 Desember 2025, ia akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia.

“Mereka bukan hanya membantu saya pulang, tapi menyelamatkan hidup saya. Semoga Allah membalas semua kebaikan mereka,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

Kini, ia berusaha memulai babak baru: memulihkan kondisi fisik dan psikis, serta kembali merawat ketiga anaknya. Ia berharap pemerintah memperkuat perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia agar tragedi serupa tidak lagi menimpa warga lain yang bernasib sama.**

Pos terkait