Puluhan Miliar Duit Negara Terbuang Percuma Gegara Diduga Kualitas Proyek di Pekalongan Amburadul

Foto : Akibat Bronjong Ambruk sempit nya aliran sungai dan pembangunan Talud.

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim.

PEKALONGAN, JATENG – Dua Proyek Program Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif Terpadu di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, dengan nilai total Rp. 77 miliar, baru enam (6) bulan rampung sudah hancur dan dibiarkan mangkrak.

Proyek tersebut berada di Desa Pantirejo, Kecamatan Kesesi, berupa bronjong irigasi sepanjang -/+150 meter dengan tinggi 3 meter berlokasi di sepanjang Sungai Gosek, tepatnya masuk Dukuh Pepedan RT 01 RW 07.

Sedangkan satu proyek lagi berupa talud irigasi sepanjang -/+ 200 meter di lokasi yang sama atau hanya terpaut 300 meter dari bronjong irigasi yang diduga dikerjakan asal jadi dan mendekati selesai.

Dari pantauan dan informasi yang dikumpulkan di lokasi, pengerjaan talud irigasi diketahui memanfaatkan batu Blondos, bekas pembongkaran talud yang lama alias tambal sulam.

Adapun kedua proyek tersebut bersumber dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU PR) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pamali Juana.

Konsultan Pengawas proyek, Sukono, dari PT. Tuah Agung Anugrah, mengungkapkan kedua pekerjaan tersebut merupakan lanjutan dari proyek saluran induk Bendungan Brondong atau Bangunan Brondong (BRD).

Kemudian yang sedang dalam proses pengerjaan maupun yang sudah selesai, masuk proyek wilayah saluran atau Bangunan Ponolawen (BPL).

“Untuk pengerjaan talud masuk paket BPL 2, karena sayalah yang mengawasi,” kata Sukono, saat ditemui di Lokasi, Kamis (21/7/2022).

Sukono tidak menampik material yang digunakan untuk kontruksi talud ada yang berasal dari bekas batu Blondos lama dan ada pula yang didatangkan dari luar.

Kendati tidak membantah, namun dirinya enggan disalahkan karena sudah menjadi urusan BBWS seperti kontrak kerja yang ada.

“Pemakaian material bekas talud lama urusanya bukan ke kami, tapi dengan balai,” ujarnya berdalih.

Sukono membeberkan bronjong ambruk atau hancur menjadi tanggungjawab PT. ITP (Indo Teknik Pembangunan) dimana pelaksana proyek tidak pernah berada di lokasi.

“Bekingnya Jenderal semua. Jadi Direktur ITP tak pernah ke sini,” katannya.

Maka dari itu keberadaanya di lokasi tak pernah dianggap atau diremehkan. Bahkan saat menegur secara lisan maupun saat mengisi buku Direksi berkali-kali sampai bosan pun tidak pernah diperhatikan.

“Saya buat catatan di buku Direksi tidak pernah mau ditandatangani. Padahal temuan banyak sekali,” keluhnya.

Sukono mengaku selama berkarir sebagai Pengawas baru kali ini menghadapi perusahaan kontruksi yang sangat ndablek, nakal dan tiap diberi tahu selalu diabaikan atau tidak pernah ditindaklanjuti. Bahkan mengajak bertengkar.

“Berulang kali saya menegur, tapi tidak pernah direspon dan tidak ditandatangani,” ujarnya.

Dia pun mencontohkan pekerjaan pemasangan kontruksi batu belah. Harusnya dibongkar dulu, lalu dikisdam. Kemudian disedot airnya dengan metode dewatering atau dipompa. Tapi tidak pernah sekalipun dilakukan.

Ia juga menuding pekerjaan yang dilakukan asal jadi, karena penggalian tidak sampai ke dasar dan masih dalam kondisi penuh air langsung dipasang batu pondasi.

Sementara itu, Pimpinan Proyek (Pimpro) PT. ITP bernama Adi, saat dikonfirmasi melalui sambungan chat What’s App tidak banyak menanggapi.

“Iya pak, saya masih di lapangan. Saya lagi ngawal tamu dari Balai,” tulisnya di chat WhatsApp.

Pos terkait