Laporan wartawan sorotnews.co.id : Priska Sitorus.
BATAM, KEPRI – Carut marut pengawasan dan pemeliharaan Hutan Lindung di daerah Kota Batam khususnya di daerah Nongsa, saat ini sudah seharusnya mendapatkan respon dari pihak pihak terkait agar kerusakan tidak semakin parah.
Di kutip dari data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepri, setidaknya ada 46% kawasan hutan di Kepri sudah diokupansi, kerusakan terparah terjadi di Kota Batam.
Pantauan awak media di lokasi Hutan Lindung yang ada di daerah Nongsa saat ini sangat bertolak belakang dengan apa yang di katakan hutan pada umumnya. Dimana seperti kita ketahui yang namanya hutan itu sangat identik dengan wilayah yang di tumbuhi pepohonan.
Namun jika kita saksikan keberadaan Hutan Lindung Nongsa yang ada di jalan Hang Jebat Batu Besar, yang tak jauh dari kantor Kapolda Kepri dan di daerah Bukit Aladin atau yang dulu disebut Bukit Tengkorak serta daerah kampung Pete, saat ini sangat layak dikatakan kalau wilayah tersebut adalah daerah penambangan dan daerah agrikultur.
Setidaknya ada 4 titik dugaan kegiatan ilegal mining yang sedang beraktivitas setiap malamnya dengan menggunakan puluhan alat berat sejenis cobelko untuk menggali tanah, dan puluhan lori dari berbagai jenis yang digunakan untuk mengangkut tanah tanah hasil galian tersebut kepada para pembeli. Bisanya para penambang pasir cucian yang ada di sekitar Nongsa.
“Banyaknya hilir mudik lori lori siluman dengan muatan tanah dan pasir di malam hari ini juga sudah banyak dikeluhkan oleh masyarakat yang ada daerah Nongsa karena mereka membawa mobil nya dengan laju dan asal asalan,” ujar salah satu pengguna jalan yang sempat di wawancarai awak media.
Warga yang tak mau namanya di publikasikan itu juga mengatakan, “kalau baru baru ini pada Minggu 12 Pebruari lalu pernah terjadi tabrakan sesama lori pengangkut pasir dan tanah di kampung Pete ini mas,” ujar sumber.
Mamang Lokasi penambangan terparah saat ini adalah di daerah Kampung Pete. Menurut informasi yang dihimpun awak media, kalau pengelola Tambang tersebut diduga kuat adalah salah satu oknum tertentu berinisial JTK dan koordinator lapangannya adalah Sukma Andre.
Oknum berinisial JTK dan Sukam Ander ini sebenarnya diduga sudah lama melakukan aktivitas Ilega mining ini. Bahkan sudah sering berpindah pindah tempat. Tapi tetap di daerah Nongsa, dikarenakan sangat aman. Walaupun keberadaan tak jauh dari kantor Kapolda Kepri.
Sungguh sangat ironis, tindakan para perusak Hutan Lindung yang seharusnya dilindungi oleh negara tersebut, yang bisa beraktivitas selama bertahun tahun tapi tak tersentuh oleh aparat penegak hukum yang ada di Kota Batam khususnya provinsi Kepulauan Riau.
Kalau kita perhatikan dan yang kita ketahui bersama, bahwa sistem pengamanan kawasan hutan di kota Batam sangat berbeda dengan kota kota yang ada di daerah Kepri, dikarenakan adanya bantuan dari BP Batam.
Menurut Sekretaris Komite Peduli Lingkungan Hidup Indonesian (KPLHI) provinsi Kepri, Hery Marhat mengatakan kalau mereka sudah pernah melaporkan tindakan para pelaku ilegal mining tersebut pada tahun 2022 lalu ke Kasubdit IV Dirkrimsus Polda Kepri, dan menyampaikan ke UPT DLHK Kepri Lamhot Sinaga, serta Kepala Subdit Pengamanan Aset dan Objek Vital Ditpam BP Batam, AKBP S.A. Kurniawan.
Melangsir dari berbagai pemberitaan di media, Lagat Parroha Patar Siadari, Kepala Ombudsman Perwakilan Kepri, juga sudah merespon permasalahan kerusakan hutan yang ada di Kota Batam dengan menggelar konsinyering konsepsi sinergi pencegahan dan penegakan hukum atas pelaku perusakan hutan di Kepri pada 3 November 2022 lalu di kantor Ombudsman Kepri.