Larangan Jual Buku LKS Diabaikan, Begini Dalih Pihak Sekolah

Laporan wartawan sorotnews.co.id : Tim. 

PEKALONGAN, JATENG – Orang tua murid di SMP Negeri 1 Tirto Pekalongan mengeluh dengan adanya pembelian buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Meski tidak ada kewajiban membeli buku tersebut, namun mempengaruhi siswa lainnya yang tidak mampu untuk ikut-ikutan membeli.

Bacaan Lainnya

“Memang untuk sifatnya tidak wajib, tidak beli tidak apa-apa. Tapi kalau tidak beli, ya anak saya pasti malu soalnya murid yang lain pada beli,” ujar orang tua murid yang menolak diungkap identitasnya, Senin (27/11/23).

Ia menyebut bahwa sebelumnya sudah ada beberapa siswa membeli buku LKS lalu anaknya merengek meminta dibelikan buku yang sama dengan temannya. Anaknya malu belum punya buku LKS seperti temannya.

Diungkapkannya bahwa buku LKS itu tidak ada dalam musyawarah dengan orang tua murid saat pendaftaran atau anak masih kelas 1.

“Anak saya minta dibelikan buku LKS setelah melihat temannya beli.Dengan harga masing-masing Rp 13 ribu,” ungkapnya.

Orang tua murid sebenarnya mengaku keberatan, walaupun tidak ada kewajiban untuk membeli.Akan tetapi diminta anaknya supaya membeli dan punya bukunya. Ia merasa keberatan lantaran pekerjaan hanya buruh dengan penghasilan pas-pasan.

Pihak kepala sekolah yang sejauh ini hendak dikonfirmasi SorotNews selalu tidak ada di tempat dengan berbagai dalih. Dihubungi melalui sambungan telepon juga tidak direspon.

Sementara itu keterangan dari Kepala Koperasi SMP Negeri 1 Tirto Pekalongan Elly Mufidah, menyebutkan bahwa menjual buku LKS itu perintah atasan. Dirinya hanya diminta untuk mengelola saja, meski sempat menolak namun tidak berdaya karena yang memberikan perintah kepala sekolah.

“Saya itu manut sama Pak Kamto (Kepsek) saja pak. Kemarin sudah di rembug sama Pak Kamto kok. Saya manut dengan atasan mengikuti perintah itu, saya juga ditunjuk.
Saya di suruh Pak Kamto mengelola disini (koprasi) sebagai ketua koprasi. Saya sudah menolak tidak mau, tapi mau bagaimana lagi di mintai tolong,” kata Elly mengakui.

Ia menjelaskan bawah pembelian buku tersebut semua melalui koprasi sekolah, karena buku tersebut di drop ke koprasi. Dirinya bertugas sebagai penerima saja, tidak ada paksaan kepada siswa untuk membeli buku LKS.

Pihaknya justru menyarankan kepada murid bila tidak ada uang untuk membeli buku LKS bisa ditulis tangan atau mengkopinya karena jumlah lembarannya tidak terlalu banyak.

“Pembelian melalui koprasi semua, lewat sini semua. Gimana lagi sudah di drop ke sini, ya yang mau beli monggo, yang tidak ya tidak apa-apa. Ada anak tidak punya uang, ya sudah difotocopy soalnya saja. Kerjakan di buku paket, ada pegangan buku paket sih,” katanya berdalih.

Disebutkan total mata pelajaran untuk kelas sembilan ada 12, kelas tujuh dan delapan ada 11 mata pelajaran dan harga buku LKS nya pun tidak sama. Sedangkan harga buku LKS ada yang Rp. 13 ribu dan ada yang harganya Rp. 12 ribu.

Guru IPS itu juga mengaku tidak memaksa siswa untuk membeli buku LKS lantaran buku banyak yang diretur atau dikembalikan kepada yang memasok sehingga sempat marah karena banyak yang dikembalikan.

“Saya sendiri IPS itu banyak retur, saya tidak memaksa emang. Kemarin saja mapel apa Itu ya sampai nesu-nesu (marah) kok returnya banyak banget bu, IPA kelas 8 itu yang kepakai hanya 80 itu,” tukasnya

Adapun terkait adanya surat edaran dari dinas yang tidak memperbolehkan pembelian LKS, yang bersangkutan terkesan mengabaikan karena berdalih sudah ada Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) yang dianggap memperbolehkan praktik tersebut.

“MKKS kan memperbolehkan, lha gimana. Guru hanya memakai saja,” tandasnya.

Pos terkait