Laporan wartawan sorotnews.co.id : S. Tri A.
MOJOKERTO, JATIM – Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) proyek Taman Bahari Mojopahit (TBM) di Kecamatan Prajurit Kulon, Kota Mojokerto, menuai sorotan. Proyek wisata yang digadang-gadang menjadi destinasi unggulan daerah ini dinilai rawan banjir, lantaran berada di antara dua aliran sungai.
Sorotan datang dari Lembaga Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (LP2KP) Mojokerto. Pembina LP2KP, Rif’an Hanum, mempertanyakan keabsahan Amdal yang dikeluarkan dalam proses perencanaan proyek senilai puluhan miliar rupiah tersebut.
“TBM sudah pernah kebanjiran saat musim hujan akhir tahun lalu. Kalau itu bisa terjadi sekali, bukan tidak mungkin akan terulang lagi. Jadi bagaimana bisa Amdal proyek ini lolos?,” ujar Rif’an, saat dikonfirmasi, Sabtu (25/5/2025).
Mengacu pada data dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Mojokerto, penyusunan Amdal proyek TBM dimenangkan oleh CV Multi Lisensi yang beralamat di Umbulharjo, Kota Yogyakarta. Proyek konsultasi tersebut ditenderkan oleh Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Mojokerto pada 2023, dengan nilai negosiasi sebesar Rp.200.577.000.
Rif’an menilai, dokumen Amdal merupakan instrumen penting dan tidak boleh disusun asal-asalan, apalagi jika proyek masuk dalam kategori strategis nasional.
“Kalau kawasan ini jelas rawan banjir, kenapa Amdalnya bisa keluar? Ini patut dipertanyakan, apalagi dana konsultasinya tidak sedikit,” tegasnya.
Diketahui, kawasan TBM sempat terendam banjir pada Desember 2024. Hujan deras selama dua hari mengakibatkan air meluap hingga membanjiri kompleks TBM dan empat kelurahan di sekitarnya.
Kondisi tersebut juga dibenarkan oleh Agen Informasi Bencana BPBD Jawa Timur wilayah Mojokerto, Achmad Kurniawan. Ia menyebut, TBM berada di sekitar cekungan sungai di sisi selatan yang ditanggul dengan tanah, sehingga sangat rawan banjir saat debit air meningkat.
“Kalau ditanya bencana apa yang paling rawan di lokasi TBM, ya banjir itu,” ungkapnya, Rabu (21/5).
Menurutnya, Pemkot Mojokerto perlu melakukan kajian ulang terhadap potensi bencana di kawasan tersebut.
“Minimal harus mengajak instansi terkait, termasuk BPBD, agar ada mitigasi yang matang demi keselamatan pengunjung,” ujarnya.
Indikasi adanya potensi bencana tampaknya juga disadari pengelola TBM. Sejumlah papan peringatan bertuliskan Kawasan Rawan Bencana (KRB) kategori III yang berarti berpotensi tinggi terhadap longsor dan banjir telah dipasang di area tersebut.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Mojokerto juga ikut menyoroti pembangunan TBM. Jaksa menilai proyek seharusnya memperhatikan faktor kontur dan ketinggian bangunan terhadap elevasi sungai, agar tidak mudah terendam.
Hingga berita ini diturunkan, Plt Kepala Disporapar Kota Mojokerto Muraji belum memberikan tanggapan resmi soal kajian risiko bencana tersebut. Saat dikonfirmasi, Muraji yang juga Kepala Dinas PUPR Perakim menyatakan masih berkoordinasi dengan stafnya.
“Saya koordinasikan dengan staf saya nggih,” ujarnya singkat, Rabu (21/5).
Proyek TBM sendiri dimulai sejak 2023 dan telah menelan anggaran sedikitnya Rp27,7 miliar yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Rinciannya mencakup Rp15,7 miliar untuk tahap pertama dan Rp12 miliar pada tahap kedua. Pembangunan meliputi gedung, menara pandang, gazebo, kios kuliner, lanskap, tempat parkir, dan 15 perahu wisata.
Di luar itu, terdapat pembangunan tambahan seperti pujasera berbentuk kapal Majapahit senilai Rp2,5 miliar dan jalan akses Ir. Soekarno senilai Rp5,26 miliar, yang seluruhnya bersumber dari APBD 2023. Adapun Kejari saat ini tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek kapal Majapahit karena diduga tidak sesuai spesifikasi.**